Beranda | Artikel
Penyembelihan Yang Sesuai Syariat
Jumat, 26 November 2004

PENYEMBELIHAN YANG SESUAI SYARI’AT

Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

Definisi adz-Dzakaah (Penyembelihan)
Adz-Dzakaah makna sebenarnya adalah membuat baik dan wangi, di antara penggunaannya seperti raa-ihatun dzakiyyatun maksudnya bau yang harum. Penyembelihan disebut sebagai adz-dzakaah karena pembolehannya secara syari’at membuatnya menjadi baik.

Maksud penyembelihan di sini adalah menyembelih hewan, baik dengan cara dzabh maupun nahr.• Sebab hewan yang boleh dimakan kecuali ikan dan belalang, tidak boleh langsung dimakan sesuatu pun darinya kecuali setelah disembelih.

Orang Yang Sembelihannya Halal Dimakan
Sembelihan setiap muslim dan Ahlul Kitab boleh dimakan, baik laki-laki maupun perempuan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ

Makanan (sembelihan) orang-orang ahlul Kitab itu halal bagimu…” [Al-Maa-idah/5: 5]

Imam al-Bukhari berkata, “Berkata Ibnu ‘Abbas, ‘Tha’aamuhum (makanan mereka) maksudnya dzabaahuhum (sembelihan mereka).’” [1]

Dari Ka’ab bin Malik Radhiyallahu ‘anhu:

أَنَّ امْرَأَةً ذَبَحَتْ شَاةً بِحَجَرٍ، فَسُئِلَ النَّبِيُّ صلى اللَّه عليه وسل عَنْ ذلِكَ فَأَمَرَ بِأَكْلِهَا.

Bahwasanya ada seorang wanita menyembelih kambing dengan batu, kemudian hal itu ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau pun memerintahkan untuk memakannya.” [2]

Alat Untuk Menyembelih
Dari ‘Abayah bin Rifa’ah dari kakeknya, bahwasanya ia berkata, “Wahai Rasulullah, kami tidak mempunyai pisau.” Maka beliau bersabda:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ فَكُلْ، لَيْسَ الظُّفُرَ وَالسِّنَّ أَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ، وَأَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ.

(Alat) apa saja yang dapat mengalihkan darah dan disebut Nama Allah (pada saat menyembelih) maka makanlah (sembelihan itu), asalkan tidak menggunakan kuku dan gigi. Adapun kuku adalah pisaunya orang Habasyah sedangkan gigi merupakan tulang.’” [3]

Dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Dua hal yang aku hafal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ. فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ. وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَ. وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ. فَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ.

Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik kepada segala sesuatu. Apabila engkau membunuh, maka hendaklah membunuh dengan cara yang baik, dan jika engkau menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik, dan hendaknya seorang menajamkan pisau dan menenangkan hewan sembelihannya itu.’” [4]

Cara Dan Sifat Menyembelih
Hewan ada dua macam, ada yang bisa untuk disembelih dan ada yang tidak bisa disembelih.
Hewan yang bisa disembelih, maka hewan tersebut disembelih pada lehernya dan pangkal lehernya.
Adapun hewan yang tidak bisa disembelih, maka hewan tersebut dilukai sesuai dengan kemampuan.

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu a’nhu, ia berkata:

اَلذَّكَاةُ فِي الْحَلْقِ وَاللَّبَّةِ.

Menyembelih itu pada leher dan pangkal lehernya.

Dari Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Anas, رضي الله عنهم:

إِذَا قَطَعَ الرَّأْسَ فَلاَ بَأْسَ.

Apabila ia memotong lehernya, maka tidak mengapa.”

Dari Rafi’ bin Khudaij, ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami besok akan bertemu musuh dan kami tidak mempunyai pisau.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda:

أَعْجَلْ -أَوْ أَرْنِى- مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ فَكُلْ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ، وَسَأُحَدِّثُكَ: أَمَّا السِّنَّ فَعَظْمٌ، وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ.

Cepatkanlah dan ringankanlah (gerakan alat) apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebut Nama Allah (pada saat menyembelih), maka makanlah (sembelihan itu), asalkan tidak menggunakan gigi dan kuku. Aku akan memberitahu kalian, adapun gigi, ia merupakan tulang sedangkan kuku adalah pisau orang Habasyah.

Kami pun mendapatkan unta dan kambing sebagai harta rampasan. Salah seekor unta menjadi liar dan lari, kemudian seorang laki-laki memanahnya dan tepat mengenainya sehingga unta itu diam. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ لِهَذِهِ اْلإِبِلِ أَوَابِدَ كَأَوَابِدِ الْوَحْشِ، فَإِذَا غَلَبَكُمْ مِنْهَا شَيْءٌ فَافْعَلُوْا بِهِ هكَذَا.

Sesungguhnya unta ini mempunyai sifat liar seperti sifat liar hewan liar, apabila ada unta yang lari lagi, maka perlakukanlah unta itu seperti ini.” [5]

Cara Menyembelih Anak Hewan Yang Masih Dalam Kandungan Induknya
Apabila ada anak hewan yang baru keluar dari perut induk-nya dan masih dapat hidup, maka wajib disembelih.

Apabila anak hewan itu keluar dalam keadaan sudah mati, maka penyembelihan terhadap induknya merupakan penyembelihan terhadap anak hewan itu juga (bukan bangkai dan tidak perlu disembelih lagi).

Dari Abu Sa’id Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang janin, maka beliau bersabda:

كُلُوْهُ إِنْ شِئْتُمْ، فَإِنَّ ذَكَاتَهُ ذَكَاةُ أُمِّهِ.

Makanlah jika kalian menghendaki, sesungguhnya menyembelihnya adalah dengan menyembelih induknya.’” [6]

Menyebut Nama Allah Pada Saat Menyembelih
Menyebut Nama Allah pada saat menyembelih adalah syarat kehalalan hewan sembelihan tersebut. Barangsiapa yang tidak menyebut Nama Allah dengan sengaja, maka sembelihannya tidak halal.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِن كُنتُم بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ

Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut Nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya.” [Al-An’aam/6: 118]

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut Nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” [Al-An’aam/6: 121]

Dari Rafi’ bin Khudaij Radhiyallahu ‘anhu, ia menerangkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salalm berkata kepadanya:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ فَكُلْ.

(Alat) apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebut-kan Nama Allah (pada saat menyembelih), maka makanlah (sembelihan itu).” [7]

Menghadap Kiblat
Disunnahkan menghadapkan hewan sembelih ke arah Kiblat dan membaca seperti apa yang dibaca oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut.

Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih dua ekor domba yang mempunyai tanduk bagus dan bewarna putih serta telah dikebiri (dipukul dua biji pelirnya agar syahwatnya untuk kawin hilang-penj). Ketika beliau menghadapkan keduanya (ke arah Kiblat) beliau berdo’a:

إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمٰوَاتِ وَاْلأَرْضَ عَلَى مِلَّةِ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ، اَللّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّتِهِ بِاسْمِ اللهِ وَالله أَكْبَرُ.

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi di atas agama Nabi Ibrahim yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku (sembelihanku), hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku termasuk orang-orang menyerahkan diri (kepada Allah). Ya Allah, ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu dari Muhammad dan umatnya, bismillaahi wa Allaahu akbar (dengan Nama Allah (aku menyembelih) dan Allah Mahabesar).’

Kemudian beliau menyembelihnya.” [8]

Hewan Buruan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا

“… Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu...” [Al-Maa-idah/5: 2]

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ ۖ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۙ وَمَا عَلَّمْتُم مِّنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ ۖ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ

Mereka menanyakan kepadamu, ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka.’ Katakanlah, ‘Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang-binatang buas yang telah kamu ajarkan dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah Nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya)...” [Al-Maa-idah/5: 4]

Binatang buruan laut adalah halal dalam keadaan apa pun, demikian pula binatang buruan darat kecuali dalam keadaan ihram.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ ۖ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ke-adaan ihram.…” [Al-Maa-idah/5: 96]

Orang Yang Buruannya Halal Untuk Dimakan
Orang yang sembelihannya halal dimakan, maka hasil buruannya pun halal untuk dimakan.

Alat Untuk Berburu
Berburu dapat dilakukan dengan senjata yang dapat melukai seperti pedang, pisau atau panah, dan bisa juga dilakukan dengan binatang pemburu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَيَبْلُوَنَّكُمُ اللَّهُ بِشَيْءٍ مِّنَ الصَّيْدِ تَنَالُهُ أَيْدِيكُمْ وَرِمَاحُكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan mengujimu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu..”. [Al-Maa-idah/5: 94]

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

وَمَا عَلَّمْتُم مِّنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ ۖ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ

“… Dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang-binatang buas yang telah kamu ajarkan dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu…” [Al-Maa-idah/5: 4]

Disyaratkan merobek jasad binatang buruan dan menembuskan senjata ke badannya pada saat berburu dengan senjata.

Sedangkan berburu dengan binatang disyaratkan binatang pemburu tersebut yang terlatih dan binatang tersebut tidak memakan binatang buruannya (jika ia mendapatkannya) serta tidak ada bintang lain yang ikut memburu binatang tersebut.

Menyebut Nama Allah pada saat hendak memanah atau melepas binatang pemburu juga merupakan syarat halalnya hewan buruan.

Dari ‘Adi bin Abi Hatim Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang al-mi’raadh (panah yang tidak mempunyai bulu dan tumpul)•, maka beliau menjawab:

إِذَا أَصَبْتَ بِحَدِّهِ فَكُلْ، فَإِذَا أَصَابَ بِعَرْضِهِ فَقَتَلَ فَإِنَّهُ وَقِيْذٌ فَلاَ تَأْكُلْ. فَقُلْتُ: أُرْسِلُ كَلْبِي. قَالَ: إِذَا أَرْسَلْتَ كَلْبَكَ وَسَمَّيْتَ فَكُلْ. قُلْتُ: فَإِنْ أَكَلَ؟ قَالَ: فَلاَ تَأْكُلْ، فَإِنَّهُ لَمْ يُمْسِكْ عَلَيْكَ، إِنَّمَا أَمْسَكَ عَلَى نَفْسِهِ. قُلْتُ: أُرْسِلُ كَلْبِي فَأَجِدُ مَعَهُ كَلْباً آخَرَ؟ قَالَ: لاَ تَأْكُلْ، فَإِنَّكَ إِنَّما سَمَّيْتَ عَلَى كَلْبِكَ، وَلَمْ تُسَمِّ عَلَى آخَرِ.

Apabila yang mengenai hewan itu adalah bagian yang tajam, maka makanlah dan apabila yang mengenai hewan itu adalah batang panah kemudian mati maka hewan itu mati terbentur, jangan dimakan.’ Aku bertanya lagi, ‘Aku melepaskan anjingku.’ Beliau menjawab, ‘Apabila engkau melepaskan anjingmu dan engkau menyebut Nama Allah, maka makanlah.’ Kemudian aku bertanya lagi, ‘Apabila anjing itu memakan (hewan buruan itu)?’ ‘Jangan dimakan, sesungguhnya ia tidak menangkap (hewan itu) untukmu, ia menangkapnya untuk dirinya sendiri,’ jawab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku bertanya lagi, ‘Aku melepaskan anjingku dan aku menjumpai anjing lain bersamanya?’ Rasulullah menjawab, ‘Jangan dimakan, sesungguhnya engkau menyebut Nama Allah untuk anjingmu saja dan tidak menyebut Nama Allah untuk anjing yang lain.’”[9]

Berburu Dengan Anjing Yang Tidak Terlatih
Hewan yang ditangkap oleh anjing yang tidak terlatih tidak halal untuk dimakan kecuali hewan itu masih hidup dan disembelih.

Dari Abi Tsa’labah al-Khusyani, ia berkata, “Aku pernah bertanya, ‘Wahai Nabiyullah, kami pernah berada di sebuah negeri orang-orang Ahli Kitab, apakah kami boleh makan dengan bejana-bejana mereka? Kami juga pernah berada di daerah berburu, aku berburu dengan panah dan anjingku yang tidak terlatih serta anjing yang terlatih, manakah yang baik bagiku?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

أَمَّا مَا ذَكَرْتَ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَإِنْ وَجَدْتُمْ غَيْرَهَا فَلاَ تَأْكُلُوْا فِيْهَا، وَإِنْ لَمْ تَجِدُوْا فَاغْسِلُوْهَا وَكُلُوْا فِيْهَا. وَمَا صِدْتَ بِقَوْسِكَ فَذَكَرْتَ اسْمَ اللهِ فَكُلْ؛ وَمَا صِدْتَ بِكَلْبِكَ الْمُعَلَّمِ فَذَكَرْتَ اسْمَ اللهِ فَكُلْ، وَمَا صِدْتَ بِكَلْبِكَ غَيْرَ مُعَلَّمٍ فَأَدْرَكْتَ ذَكَاتَهُ فَكُلْ.

Adapun apa yang engkau ceritakan mengenai Ahli Kitab, apabila engkau mendapatkan bejana selain bejana mereka janganlah engkau makan dengan bejana mereka, apabila engkau tidak mendapatkan selain bejana mereka, maka cucilah bejana itu kemudian makanlah dengannya. Adapun binatang yang engkau buru dengan panahmu dan engkau menyebut Nama Allah maka makanlah, dan binatang yang engkau buru dengan anjingmu yang terlatih dan engkau menyebutkan Nama Allah, maka makanlah, sedangkan binatang yang engkau buru dengan anjingmu yang tidak terlatih kemudian engkau dapat menyembelihnya, maka makanlah.’” [10]

Hewan Buruan Yang Jatuh ke Air
Apabila hewan buruan itu jatuh ke dalam air, maka hewan tersebut haram dimakan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Adi bin Hatim:

إِذَا رَمَيْتَ سَهْمَكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللهِ، فَإِنْ وَجَدْتَهُ قَدْ قُتِلَ فَكُلْ، إِلاَّ أَنْ تَجِدَهُ قَدْ وَقَعَ فِي مَاءٍ، فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي، الْمَاءُ قَتَلَهُ أَوْ سَهْمُكَ.

Apabila engkau melepaskan anak panahmu dan menyebut Nama Allah, kemudian mendapatkan (binatang buruan)nya telah mati, maka makanlah kecuali jika engkau mendapatkannya jatuh ke dalam air karena sesungguhnya engkau tidak tahu apakah air atau panahmu yang telah membunuhnya.” [11]

Apabila Hewan Buruan Hilang Dua Atau Tiga Hari kemudian Didapatkan Kembali
Apabila seseorang melepaskan anak panahnya tepat mengenai hewan buruannya dan hewan itu lari menghilang dua atau tiga hari kemudian ia menemukannya kembali, maka ia boleh memakannya selama belum membusuk.

Dari ‘Adi bin Hatim Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَإِنْ رَمَيْتَ الصَّيْدَ فَوَجَدْتَهُ بَعْدَ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ لَيْسَ بِهِ إِلاَّ أَثَرُ سَهْمِكَ فَكُلْ.

Apabila engkau memanah hewan buruanmu (kemudian hewan itu lari-pent) dan engkau menemukan hewan itu setelah satu atau dua hari, dan engkau tidak menemukan pada hewan tersebut kecuali bekas panah, maka makanlah.” [12]

Dari Abi Tsa’labah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِذَا رَمَيْتَ بِسَهْمِكَ، فَغَابَ عَنْكَ، فَأَدْرَكْتَهُ، فَكُلْهُ، مَا لَمْ يُنْتِنْ.

Apabila engkau melepaskan anak panahmu dan (hewan itu) hilang kemudian engkau mendapatkannya kembali, maka makanlah selama (hewan itu) belum membusuk.” [13]

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 – September 2007M]
_______
Footnote
• Dzabh adalah memotong tenggorokan, kerongkongan dan dua urat nadi dengan pisau atau yang lainnya, Adapun nahr yaitu memasukkan tombak atau pedang pada leher binatang, biasanya nahr ini dilakukan pada unta.-pent.
[1]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 2528)), Shahiih al-Bukhari (IX/236) sedangkan ayat yang disebutkan di atas adalah ayat 5 dari surat al-Maa-idah.
[2]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 2527)], Shahiih al-Bukhari (IX/632, no. 5504).
[3]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/631, no. 5503), Shahiih Muslim (III/ 1558, no. 1968), Sunan Abi Dawud (VIII/17, no. 2804), Sunan at-Tirmidzi (III/25, no. 1522), Sunan an-Nasa-i (VII/226), Sunan Ibni Majah (II/1061, no. 3178).
[4]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 2540)], Shahiih Muslim (III/1548, no. 1955), Sunan at-Tirmidzi (II/431, no. 1430), Sunan Abi Dawud (VIII/10, no. 2797), Sunan an-Nasa-i (VII/227), Sunan Ibni Majah (II/1058, no. 3170).
[5]. Muttafaq ‘alaih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2185)], Shahiih al-Bu-khari (no. 5503, 2448), Shahiih Muslim (no. 1986). Awaabid adalah bentuk jamak dari aabidah yaitu hewan yang menjadi liar dan lari dari manusia. Adapun maksud sabda beliau j: “Perlakukanlah unta itu seperti ini,” mak-sudnya panahlah unta itu sehingga engkau dapat menyembelihnya, jika ti-dak bisa juga, maka bunuhlah unta tersebut kemudian makanlah.
[6].Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 2451)], Sunan Abi Dawud (VIII/26, no. 2811).
[7]. Muttafaq ‘alaih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2185)], Shahiih al-Bukhari (no. 5503, 2448), Shahiih Muslim (no. 1986).
[8]. Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 2425)], Sunan Abi Dawud (VII/496, no. 2778). Makna sabda beliau: “Ketika beliau menghadapkan keduanya,” yaitu ke arah Kiblat.
• Al-mi’radh, ada yang mengatakan bahwa al-mi’radh adalah anak panah yang tidak mempunyai bulu dan tumpul (ujungnya), ada juga yang mengatakan bahwa al-mi’radh adalah anak panah yang panjang berat dan berbobot, ada juga yang mengatakan bahwa al-mi’radh adalah sebatang kayu dengan bagian ujungnya terbuat dari besi yang ditajamkan dan terkadang tidak ditajamkan. Ibnu at-Tin berkata, “Al-mi’radh adalah tongkat yang tajam ujungnya dipakai oleh pemburu untuk melempar buruannya. Jika yang mengenai (hewan itu) adalah bagian yang tajam, maka hewan itu dapat dimakan, dan jika yang mengenai (hewan itu) bukan bagian yang tajam, maka hewan itu adalah al-waqidz.” Al-Waqidz adalah hewan yang terbunuh karena terbentur tongkat atau kayu atau sesuatu yang tidak tajam, al-mauqudzah adalah hewan yang dipukul dengan kayu sampai mati.
[9]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/603, no. 5476), Shahiih Muslim (III/ 1529, no. 1929 (3)), Sunan an-Nasa-i (VII/183).
[10]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/604, no. 5478), Shahiih Muslim (III/ 1532, no. 1930), Sunan Ibni Majah (II/1069, no. 3207), Sunan an-Nasa-i (VII/ 81), tanpa menyebutkan ahli Kitab.
[11]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 2556)], Shahiih Muslim (III/1531, no. 1929 (7)).
[12]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 1239)], Shahiih al-Bukhari (IX/610, no. 5484).
[13]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 1242)], Shahiih Muslim (III/1532, 1931 (10)).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1192-penyembelihan-yang-sesuai-syariat.html